Citra
adalah rupa, gambar, gambaran yang dimiliki orang banyak mengenai pribadi,
perusahaan, organisasi, atau produk (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Menurut Alma dan Hurriyati
(2009:55) citra merupakan impresi, perasaan atau konsepsi yang ada pada
publik mengenai perusahaan, mengenai suatu objek, orang atau mengenai lembaga.
Citra tidak dapat dicetak seperti mencetak barang di pabrik tetapi citra adalah
kesan yang diperoleh sesuai dengan pengetahuan pemahaman seseorang tentang
sesuatu. Citra terbentuk dari bagaimana perusahaan atau lembaga pendidikan
melaksanakan kegiatan operasionalnya
yang
mempunyai landasan utama pada segi layanan. Menurut
Ruslan
dalam Harini dan Karwanto (2014:14) bahwa secara garis besar
pencitraan adalah perangkat keyakinan, ide, dan kesan seseorang terhadap suatu
objek tertentu.
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia versi online, publik adalah orang banyak
(umum). Menurut Jefkins dalam Sahertian (1987:35) publik adalah kelompok atau
orang-orang yang berkomunikasi dengan suatu organisasi, baik secara internal
maupun eksternal. Jadi, pencitraan publik merupakan kesan atau pemahaman dari publik
atau orang banyak (umum) tentang pribadi, produk, atau organisasi.
B. Tujuan Pencitraan Publik
Menurut
Gunawan (2016) upaya pencitraan suatu sekolah dimaksudkan untuk mewujudkan visi
dan misi sekolah. Untuk itu, upaya pencitraan suatu sekolah harus merupakan
bagian integral dari program sekolah dan berbasis pada visi dan misi sekolah. Menurut
Harini dan Karwanto (2014:10) pencitraan
sekolah dimaksudkan untuk membentuk opini dan hubungan yang baik pada
masyarakat dan mewujudkan visi dan misi sekolah. Menurut Widjaja (2008:87)
sesuai dengan tujuan dari kegiatan humas maka diharapkan terjadinya komunikasi
harmonis antara lembaga dengan publiknya dan juga agar terciptanya citra yang
positif dari publik terhadap lembaga yang bersangkutan. Jadi, pencitraan publik
yang positif dibangun tentu dengan tujuan agar bisa menjalin hubungan yang baik
dengan publik atau masyarakat. Selain itu, dengan adanya citra publik yang
positif bisa meningkatkan partisipasi atau keterlibatan masyarakat pada
organisasi tersebut. Pencitraan publik memiliki tujuan yang bisa memberikan
manfaat atau keuntungan bagi suatu lembaga sesuai visi misi lembaga.
C. Urgensi Pencitraan Publik
Pencitraan publik
sangat penting untuk dibangun oleh suatu lembaga termasuk lembaga pendidikan
(sekolah). Apalagi saat ini, sekolah-sekolah saat ini juga berusaha dan
berlomba-lomba untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Menurut Triwiyanto
(2015), persepsi warga sekolah (kepala sekolah, guru, siswa, dan orang tua
murid) dan masyarakat tentang citra sekolah merupakan faktor yang mempengaruhi
partisipasi warga sekolah dan masyarakat. Semakin baik persepsi warga sekolah
dan masyarakat terhadap citra suatu sekolah, maka semakin tinggi pula
partisipasi warga sekolah dan masyarakat terhadap sekolah tersebut. Untuk
itu, sekolah harus dapat membangun citra yang baik agar dapat menjalin hubungan
baik dengan masyarakat serta diminati oleh masyarakat. Jumlah peserta didik
yang mendaftar di suatu sekolah dipengaruhi oleh citra sekolah di mata
masyarakat, sedangkan kualitas pendidikan di suatu sekolah dipengaruhi oleh
seberapa tinggi peran serta masyarakat terhadap suatu sekolah.
D.
Prinsip-prinsip Pencitraan
Publik
Menurut Triwiyanto (2015), membangun citra
sekolah harus berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Berdasarkan visi dan misi sekolah, artinya upaya pencitraan
sekolah harus mengacu pada visi dan misi sekolah dan tidak boleh bertentangan
dengan visi dan misi sekolah.
2. Kebersamaan dan komitmen artinya upaya pencitraan sekolah melibatkan semua unsur
sekolah sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing dengan penuh
tanggung jawab.
3. Memberdayakan seluruh potensi yang ada, artinya upaya pencitraan sekolah
harus mengoptimalkan seluruh potensi yang dimiliki sekolah.
4. Kesungguhan dan keikhlasan, artinya upaya pencitraan sekolah harus
dirancang dan dilaksanakan secara sungguh-sungguh dan semata-mata untuk
peningkatan kualitas pendidikan di sekolah.
5.
Keterbukaan dan kejujuran, artinya upaya
pencitraan sekolah harus didasarkan pada kondisi riil di sekolah, serta dapat
diakses secara mudah oleh masyarakat.
6.
Adanya keinginan untuk berubah, artinya
pencitraan sekolah dilakukan seiring dengan tuntutan perubahan yang ada.
Apabila prinsip-prinsip tersebut
diterapkan pada suatu sekolah yang berupaya membangun citra sekolah, maka citra
positif sekolah di mata masyarakat akan didapatkan.
E. Strategi Pencitraan Publik
Menurut
Triwiyanto (2015) banyak upaya atau strategi yang dapat dilakukan untuk
melakukan pencitraan publik. Upaya atau strategi pencitraan sekolah tersebut
adalah sebagai berikut:
1.
Peningkatan kerja kepala sekolah,
pendidik, dan tenaga kependidikan.
2.
Keikutsertaan sekolah dalam kegiatan-kegiatan
lomba sekolah dan siswa.
3.
Membangun jaringan kerja (network)
dengan orang tua murid dan masyarakat.
4.
Peningkatan layanan akademik dan
non-akademik yang prima.
5.
Kepemilikan peringkat akreditasi sekolah
yang baik.
Upaya-upaya tersebut diharapkan mampu
membangun persepsi siswa dan masyarakat tentang citra sekolah menjadi lebih
baik. Persepsi siswa yang baik tentang citra sekolah akan berdampak
meningkatnya motivasi belajar siswa, sedangkan peningkatan persepsi masyarakat
tentang citra sekolah yang baik akan berdampak pada meningkatnya peran serta
masyarakat terhadap pendidikan di sekolah.
Menurut Alma dan
Hurriyati (2009:56) banyak cara yang dapat dilakukan untuk menarik perhatian
publik terhadap suatu lembaga pendidikan, baik melalui daya tarik fisik kampus
ataupun melalui daya tarik yang bersifat akademik, religius, dan sebagainya.
Hal ini, dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Lembaga membenahi kampus terutama bagian yang menghadap jalan raya,
sehingga setiap menit orang yang lewat di depan kampus merasa tertarik dan
suatu waktu ingin masuk ke kampus tersebut.
2. Di gerbang kampus terutama yang berada di jalan raya yang sibuk, dapat
dipasang lampu kuning yang berkedip-kedip, dipasang rambu yang jelas dan
terbaca “HARAP HATI-HATI KELUAR MASUK KENDARAAN KAMPUS X”.
3. Kerjasama dengan media massa, mereka diundang dan kepada mereka
ditawarkan jika mereka memerlukan berita-berita mengenai pendidikan, silakan
berhubungan sewaktu-waktu. Kampus adalah gudangnya informasi.
4. Percetakan dan penerbitan kampus, juga akan menambah meningkatnya nama
baik kampus terhadap pandangan dunia luar. Akan terbentuk image bahwa
kampus ini adalah kampus yang benar-benar menguasai bidang ilmunya.
5. Pimpinan perguruan tinggi gencar mengadakan pidato, sambutan- sambutan,
seminar di mana-mana. Informasikan kepada publik apa, siapa dan bagaimana
kampus kita dengan yakin dan membanggakan.
6. Memberi konsultasi serta nasehat-nasehat yang diperlukan publik sebagai layanan
masyarakat.
7. Mengadakan peringatan-peringatan hari besar keagamaan dengan mengundang
masyarakat luar masuk kampus, dan event-event lainnya.
Cara-cara tersebut dapat
diciptakan untuk menarik masyarakat luar untuk berkunjung organisasi atau lembaga dan
memupuk image positif. Semua komponen yang
menimbulkan daya tarik ini, yang kelak akan membentuk citra terhadap lembaga
pendidikan.
Menurut
Anggoro (2008:69) citra humas yang ideal adalah kesan yang benar, yakni
sepenuhnya berdasarkan pengalaman, pengetahuan, serta pemahaman atas kenyataan
sesungguhnya. Berarti citra tidak seyogyanya dipoles agar lebih indah dari
warna aslinya karena hal tersebut justru dapat mengacaukannya. Suatu citra yang
sesungguhnya dapat dimunculkan kapan saja termasuk di tengah terjadinya musibah
atau sesuatu yang buruk. Caranya adalah dengan menjelaskan secara jujur apa
yang menjadi penyebabnya, baik itu informasi yang salah atau suatu perilaku
yang keliru.
Menurut Gunawan (2016), ada banyak teknik
yang dapat dipergunakan oleh sekolah dalam melakukan pencitraan publik, yaitu
(1) pameran sekolah; (2) publikasi kegiatan positif sekolah; (3) pertemuan
sekolah dengan orang tua dan tokoh masyarakat; (4) jurnalisme warga sekolah (school citizen journalist); (5)
konferensi pers; (6) website sekolah;
(7) gelar prestasi sekolah; (8) testimoni elit tentang prestasi sekolah; (9) pelibatan
warga sekolah dalam kepemimpinan publik (masyarakat); (10) bakti sosial
sekolah; dan (11) membuat berbagai event
dan kegiatan yang mampu memobilisasi masyarakat.
Menurut Saputra (2012) terdapat beberapa
strategi berbeda dalam menghadapi situasi yang berbeda-beda juga. Berikut ini
strategi-strategi yang disesuaikan dengan keadaan citra perusahaan.
1. Membentuk Citra Baru
Usaha yang dibutuhkan dalam membentuk
citra baru sebuah perusahaan yang belum banyak diketahui publik bisa dilakukan
dengan melakukan publikasi. Selain itu juga bisa dengan cara bekerja sama
dengan tokoh-tokoh masyarakat yang berpengaruh. Kemudian aktivitas bersama
dengan lembaga lain juga dibutuhkan dalam membangun reputasi baru ini.
2.
Mempertahankan
Citra yang Sudah Terbangun
Keadaan citra yang
sudah terbangun biasanya akan mengundang pesaing berkompetisi dan menimbulkan
berbagai tantangan. Mempertahankan citra yang sudah terbentuk dengan pola kerja
yang sama terkadang menimbulkan menurunnya citra. Pola kerja yang monoton
cenderung tidak peka terhadap kemauan pelanggan yang selalu meminta peningkatan
pelayanan. Tantangan yang besar tersebut bila dijawab dengan perubahan mendasar
pada strategi komunikasi yang akan membutuhkan dana besar.
3.
Memperbaiki
Citra yang terpuruk
Citra yang terpuruk diakibatkan oleh opini
publik yang buruk karena ketidak-percayaan publik terhadap perusahaan.
Perusahaan dalam hal ini harus menerapkan langkah-langkah strategis. Misalnya,
membuat kegiatan-kegiatan kemanusiaan (humanities),
seperti bakti sosial, program penghijauan, ataupun program santunan terhadap
anak yatim.
4.
Menguatkan
Citra Ketika Pesaing Lebih Kuat
Menguatkan citra bisa dilakukan dengan
suatu tindakan produktif , dengan menyediakan fasilitas yang belum disediakan
oleh pesaing yang lebih kuat. Tentu tindakan inovasi tersebut harus melihat
kemampuan perusahaan. Tindakan lain bisa diambil adalah menentukan segmentasi
khalayak yang spesifik sesuai dengan kemampuan pelayanan perusahaan.
Memfokuskan segmentasi khalayak ini akan mengarahkan pelayanan perusahaan lebih
spesifik dan fokus dalam memuaskan konsumen.
5.
Mempertahankan
atau Menguatkan Citra Ketika Sedang di Puncak
Usaha yang dilakukan untuk mempertahankan
dan menguatkan citra pada situasi ini adalah dengan mengarahkan seluruh
informasi agar konsumen mengetahui dengan baik apa saja produk-produk dari
perusahaan. Usaha ini dimaksudkan agar konsumen memutuskan membeli produk
perusahaan dengan kesadaran yang mendalam.
F.
Bentuk-Bentuk Pencitraan Publik
Menurut
Gunawan (2016), ada banyak bentuk pencitraan publik di sekolah dasar, di antaranya
adalah:
1. Pencitraan yang terkait dengan
lingkungan fisik sekolah
Lingkungan fisik sekolah yang menarik akan
memberikan citra positif di mata publik. Pekarangan dan lingkungan fisik
sekolah hendaknya ditata semenarik mungkin sehingga memberikan citra positif.
Ruang kelas tempat peserta didik belajar, hendaknya berada dalam keadaan
menyenangkan ketika dipandang, ditempati, dan dipergunakan untuk melakukan
aneka macam aktivitas. Dengan demikian akan mengindikasikan bahwa warga sekolah
adalah orang terpelajar dan dijadikan contoh oleh masyarakat.
2. Pencitraan yang terkait dengan
pelayanan yang diberikan
Selain cepat dan benar saat memberikan pelayanan,
warga sekolah yang bertugas memberikan pelayanan pendidikan juga menunjukkan
citra diri sebagai orang yang terpelajar. Dalam memberikan layanan, tenaga pendidik
dan kependidikan menunjukkan friendly
(ramah dan bersahabat), memperlakukan orang yang dilayani sebagai
pelanggan.
3. Pencitraan yang terkait dengan
pembelajaran
Pembelajaran
yang menyenangkan dan ramah anak akan memberikan citra positif, karena apapun
yang diterima oleh anak di sekolah senantiasa diceritakan kepada orang tua.
Proses pembelajaran yang benar dan bervariasi sesuai dengan kompetensi yang
akan dibentuk, akan menghantarkan peserta didik pada pencapaian prestasi
optimal. Kepedulian guru terhadap kesulitan siswa saat pembelajaran, menjadi
poin yang harus selalu diupayakan, karena selain sebagai pengajar dan pendidik,
guru juga sekaligus sebagai problem solver.
4. Pencitraan yang terkait dengan sikap
dan perilaku warga sekolah
Selama
berkomunikasi secara internal, antar warga sekolah hendaknya dikondisikan agar
selalu tampak baik. Kebiasaan baik yang terbentuk di lingkungan internal ini,
akan ditransfer ketika berkomunikasi dengan pihak eksternal. Oleh karena itu,
pembentukan kebiasaan untuk bersikap dan berperilaku baik selama di sekolah,
akan terbawa serta ketika mereka berhadapan dengan pihak luar. Hal ini akan
membuat citra positif pihak luar terhadap sekolah.
5. Pencitraan yang terkait dengan
transparansi program dan anggaran sekolah
Kepercayaan
publik (public trust), dapat ditumbuhkan oleh sekolah dengan menunjukkan
citra jujur pada pelaksanaan program sekolah, dan lebih-lebih dalam soal
pengelolaan anggaran. Pelaporan kepada pihak-pihak berkepentingan tentang
pemasukan dan pengeluaran anggaran, akan mampu menaikkan trust publik
kepada sekolah. Pemajangan pemasukan dan pengeluaran anggaran pada
tempat-tempat yang mudah diakses oleh publik, akan mampu meningkatkan citra
sekolah di mata publik.
6. Pencitraan yang terkait dengan
prestasi akademik dan nonakademik sekolah
Usaha
keras untuk mencapai prestasi akademik dan non akademik haruslah dilakukan oleh
warga sekolah. Ketika prestasi akademik dan non akademik diraih, seberapapun
prestasi tersebut, hendaknya dikomunikasikan kepada publik, karena terkait
dengan citra baik suatu sekolah. Oleh karena itu, acara gelar prestasi akademik
dan non akademik, yang mengundang semua lapisan masyarakat menjadi penting,
agar masyarakat tahu dengan nyata tentang prestasi sekolah.
7. Pencitraan yang terkait dengan
keberadaan alumni
Keberadaan
alumni sekolah dasar, baik yang berada pada jenjang SD, SMP, SMA dan perguruan
tinggi, dapat dikomunikasikan kepada masyarakat. Oleh karena itu, studi
penelusuran alumni (tracer study) sangatlah penting dilakukan oleh
sekolah guna mengetahui keberadaan alumni. Pada momen-momen tertentu, para
alumni ini dapat diminta untuk berbicara kepada publik, untuk menyampaikan
testimoninya tentang sekolah dasar di mana yang bersangkutan pernah dididik.
G.
Pihak-pihak yang Terlibat dalam Pencitraan Publik
Pihak-pihak
yang terlibat dalam pencitraan publik perlu mendapatkan perhatian agar mereka
bisa benar-benar membawa citra dari organisasinya. Di sekolah, semua warga
sekolah hendaknya dilibatkan dalam pencitraan publik. Selain itu, kepala
sekolah juga perlu bekerja sama dengan pihak luar, seperti tokoh berpengaruh
dalam pencitraan publik sekolah. Warga sekolah yang dapat dilibatkan dalam
pencitraan publik adalah: kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan (tenaga
administrasi sekolah), siswa, dan komite sekolah. Menurut Gunawan (2016), pihak
luar dari kelompok strategis yang dapat dilibatkan dalam pencitraan publik
sekolah dasar adalah birokrasi bidang pendidikan, nongovernmental
organizations (NGO) yang peduli pendidikan, interest group yang
berkepentingan dengan pendidikan, mitra-mitra sekolah yang selama ini telah
menjalin kerja sama dengan sekolah, serta lembaga pendidikan mitra yang selama
ini bekerja sama dengan sekolah. Sementara itu, pihak luar dari unsur tokoh
perorangan yang dapat dilibatkan dalam pencitraan publik adalah elit intelektual
atau akademikus, rohaniawan, usahawan, dan industriawan yang selama ini sudah
bekerja sama dengan sekolah. Suara mereka dalam membentuk opini publik
sangatlah penting dalam usaha mengangkat citra positif sekolah.
H.
Efek Pencitraan Publik yang Diharapkan dan Tidak
Diharapkan
Menurut
Gunawan (2016), pencitraan publik bukan dimaksudkan untuk mengemas
ketidakbaikan sekolah menjadi terkesan baik, melainkan untuk mengemas dengan
baik apa yang sudah dikerjakan oleh sekolah untuk dikomunikasikan kepada
publik. Diharapkan, hal-hal positif yang sudah diperbuat tersebut, diketahui
oleh publik dengan keadaan yang senyatanya. Dengan demikian, efek positif pencitraan
publik sekolah dasar yang dikehendaki menurut Imron dalam Gunawan (2016) adalah:
1. Publik
mengetahui program, implementasi program, dan apa saja yang telah dilakukan
oleh sekolah dasar.
2. Publik
memersepsi positif terhadap program, implementasi program, dan apa saja yang
telah dilakukan oleh sekolah dasar.
3. Publik
percaya (trust) terhadap amanat untuk mendidik anak yang dilakukan oleh
sekolah dasar.
4. Publik
merasa memiliki (sens of belongingness) terhadap apa saja yang telah
dilakukan oleh sekolah dasar.
5. Publik
memberikan respon positif, kritik konstruktif, dan masukan berharga bagi
kemajuan sekolah dasar.
6. Publik
bersedia memberikan dukungan (support) dan bantuan baik material maupun
moral untuk kemajuan sekolah dasar.
7. Publik
akan secara terus menerus mengawal sekolah dasar agar berkinerja
sesuai dengan yang
diharapkan.
Sementara itu, efek negatif yang hendaknya direduksi
dengan berbagai aktivitas pencitraan publik menurut Imron dalam Gunawan (2016)
adalah:
1. Publik
tidak mengenal atau memahami program sekolah dasar.
2. Publik
menduga-duga apa yang telah dikerjakan oleh sekolah dasar.
3. Publik
cenderung memersepsi negatif terhadap program sekolah dasar.
4. Publik
curiga terhadap apa yang dikerjakan oleh sekolah dasar.
5. Publik
tidak percaya terhadap sekolah dasar.
6. Publik
acuh tak acuh/masa bodoh terhadap sekolah dasar.
7.
Publik menolak program-program yang
dikembangkan oleh sekolah dasar.
I.
Perilaku Pengembang Sekolah yang Diharapkan dalam
Pencitraan Publik
Menurut Imron dalam Gunawan (2016) agar
pelayanan publik di sekolah bisa memuaskan customer, dan sekaligus
meningkatkan citra positif sekolah, sejumlah perilaku pelayanan haruslah dapat
diinternalisasikan dan bahkan ditunjukkan oleh tenaga pendidik dan kependidikan
dalam memberikan layanan kepada customer-nya. Sejumlah perilaku pelayanan tersebut, menyangkut
waktu, relevansi layanan, kecermatan, hepful dan friendly,
responsif, proaktif, profesionalitas, kapabel, dan cakap.
1. Terkait dengan waktu:
a. Tim
Pengembang Sekolah mengetahui target waktu yang diperlukan untuk memberikan
layanan kepada customer.
b. Tim
Pengembang Sekolah selalu mengusahakan memberikan layanan kepada customer lebih
cepat dari batasan waktu yang ditetapkan.
c. Tim
Pengembang Sekolah jika dirasakan perlu, meluangkan waktu melebihi dari waktu
yang ditetapkan dalam memberikan layanan kepada customer.
2. Terkait
dengan relevansi layanan:
a. Tim
Pengembang Sekolah dapat memposisikan diri sesuai dengan TuPokSi dalam
memberikan layanan kepada customer.
b. Tim
Pengembang Sekolah menyadari keterkaitan TuPokSi dengan keseluruhan layanan
yang diberikan.
c. Tim
Pengembang Sekolah memahami dan mampu mempraktikkan TuPokSi-nya dalam rangka
pemberian layanan kepada customer.
d. Tim
Pengembang Sekolah mendahulukan kepentingan customers, sehingga mereka
merasakan kepuasan dari layanan yang diterimanya.
3. Terkait
dengan kecermatan pelayanan:
a. Tim
Pengembang Sekolah memahami langkah-langkah kerja yang harus dilalui sebelum
memberikan layanan.
b. Tim
Pengembang Sekolah menggunakan peralatan bantu untuk kecepatan dan ketepatan
proses dalam memberikan layanan kepada customer.
c. Tim
Pengembang Sekolah berupaya melakukan check and recheck atas hasil
layanan yang diberikan kepada customer.
d. Tim
Pengembang Sekolah memiliki sense perfective atas segala layanan yang
dilakukannya.
e. Tim
Pengembang Sekolah memiliki inisiatif untuk melakukan upaya pencegahan terhadap
kesalahan/kelemahan/hambatan dari layanan kepada customer.
4. Terkait
dengan hepful dan friendly:
a. Tim
Pengembang Sekolah menyadari, bahwa keberadaan dirinya sangat banyak ditentukan
oleh keberadaan customer-nya.
b. Tim
Pengembang Sekolah menyadari, bahwa tanpa ada customer, sesungguhnya
dirinya tidak akan punya fungsi dan peran apapun dalam lingkup pekerjaannya.
c. Tim
Pengembang Sekolah menyadari, bahwa customer adalah segalanya, karena
itu ia senantiasa berpikir bahwa keberadaaan dirinya adalah untuk membantu
mereka.
d. Tim
Pengembang Sekolah merasa bangga dan senang, jika persoalan yang dimiliki oleh customer
sedikit banyak telah terpecahkan melalui bantuan dan pekerjaan yang ia lakukan.
e. Tim
Pengembang Sekolah menyadari, bahwa yang menjadi pelayan adalah dirinya, karena
itu ia tidak pernah berpikir bahwa customer-lah yang harus melayani
dirinya.
f. Ketika
memberikan layanan, Tim Pengembang Sekolah melakukannya dengan sungguh-sungguh.
g. Dalam
memberikan layanan, Tim Pengembang Sekolah melakukannya dengan senang hati.
h. Dalam
memberikan layanan, Tim Pengembang Sekolah menunjukkan wajah yang ramah,
menyenangkan, smile, dan tidak sangar.
i. Dalam
memberikan pelayanan, Tim Pengembang Sekolah memperlakukan pihak yang dilayani
sebagai customer (pelanggan).
j. Jika
Tim Pengembang Sekolah mempunyai persoalan (pribadi, sosial, pekerjaan), tidak
dibawanya ke tempat kerja, apa lagi sampai berpengaruh terhadap cara memberikan
layanan kepada customer-nya.
5. Terkait
dengan Responsiveness dan proaktif:
a. Tim
Pengembang Sekolah senantiasa berpikir dan berangan-angan, kapan ia harus
melayani customer-nya. Bukan sebaliknya, kapan ia berhenti tidak
memberikan pelayanan kepada customer.
b. Tim
Pengembang Sekolah menyadari, bahwa pekerjaan melayani customer adalah
tanggung jawab dirinya sepenuhnya. Karena itu, ketika memberikan pelayanan
tidak menunggu perintah dari atasannya.
c. Tim
Pengembang Sekolah senantiasa berpikir, bahwa yang harus ia utamakan dalam
memberikan layanan adalah customer. Karena itu, ia selalu berusaha untuk
mengutamakan kepentingan customer dalam setiap memberikan pelayanan.
d. Tenaga
pendidik dan kependidikan berusaha agar customer yang dilayani tidak
usah menunggu lama untuk mendapatkan pelayanan dari dirinya.
e. Ketika
ada customer yang kebingungan saat berproses mendapatkan pelayanan, tenaga
pendidik dan kependidikan menawarkan bantuan, dengan menanyakan: apa yang dapat
saya bantu?
f. Tim
Pengembang Sekolah senantiasa berpikir dan berusaha bagaimana agar customer menjadi
mudah dalam urusannya, dan bukan sebaliknya, bagaimana agar mereka mendapatkan
kesukaran.
g. Tim
Pengembang Sekolah berusaha agar persoalan yang dihadapi oleh klien terkait
layanan yang ia dapatkan, secepatnya dapat dituntaskan.
h. Tim
Pengembang Sekolah berusaha untuk mengetahui alur kerja sejawatnya, agar ketika
sejawatnya berhalangan, ia akan dapat menggantikan dalam memberikan pelayanan.
i. Ketika
customer tidak mengerti cara mengakses pelayanan, Tim Pengembang Sekolah
berusaha secepatnya untuk memberikan bantuan, tanpa terus menunggu perintah
dari atasan langsung.
j. Ketika
ia mempunyai persoalan dan kesulitan dalam setiap memberikan pelayanan, ia menanyakan
kepada atasannya atau sejawatnya, dan tidak justru menunggu kapan sejawat dan
atasannya bertanya kepada dirinya.
6. Terkait
dengan Profesionalitas, kapabilitas:
a. Tim
Pengembang Sekolah menyusun schedule secara pribadi untuk penyelesaian
pekerjaannya, sehingga seluruh pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya,
benar-benar terencana.
b. Tim
Pengembang Sekolah memahami prosedur dan alur kerja beserta dengan jiwa yang
dikandung oleh prosedur dan alur kerja tersebut.
c. Dalam
setiap memberikan pelayanan kepada customer, Tim Pengembang Sekolah
senantiasa berpedoman kepada alur kerja yang telah ditetapkan oleh atasannya.
d. Dalam
setiap memberikan pelayanan, Tim Pengembang Sekolah selalu mencari cara-cara
yang tercepat, tertepat dan terakurat, tanpa keluar dari koridor dan jiwa
prosedur yang telah ditetapkan.
e. Dalam
melaksanakan setiap pekerjaannya, Tim Pengembang Sekolah bertindak tenang dan
tidak panik meskipun ketika berada dalam tekanan.
f. Dalam
menyelesaikan pekerjaan, Tim Pengembang Sekolah mengutamakan ketuntasan
pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, dan tidak semata-mata mengacu kepada
waktu dan jam kerja.
g. Terhadap
berbagai persoalan terkait dengan pekerjaannya, Tim Pengembang Sekolah selalu
mencari alternatif solusi yang terbaik, tanpa harus melanggar koridor aturan
dan prosedur beserta dengan jiwa yang dikandung oleh aturan dana prosedur
tersebut.
h. Terhadap
pekerjaan yang harus ia selesaikan, Tim Pengembang Sekolah tidak menunda-nunda
(menggampangkan), karena jika menumpuk, akan memperendah mutu pelayanan yang
dapat ia berikan.
i. Ketika
ada sejawat yang mengalami masalah terkait dengan pekerjaannya, Tim Pengembang
Sekolah akan membantu memecahkannya, sehingga pekerjaan sejawatnya tidak
terbengkalai, dan bisa memuaskan customernya.
j.
Tim Pengembang Sekolah selalu berusaha
melakukan perbaikan terus menerus mutu pelayanan (kaizen) yang ia
berikan sehingga kepuasan customer-nya makin lama makin meningkat.