• About
  • Privacy Policy
  • Disclaimer
  • Contact

College Education

  • Home
  • Info
  • Blogging
  • Downloads
    • Software
    • Games
  • Template Blog
  • Hacking
  • Tech
Home → College → Membangun Pencitraan Publik

Membangun Pencitraan Publik

Unknown
Add Comment
College
Wednesday, 6 April 2016
A.  Pengertian Pencitraan Publik
Citra adalah rupa, gambar, gambaran yang dimiliki orang banyak mengenai pribadi, perusahaan, organisasi, atau produk (Kamus Besar Bahasa Indonesia).  Menurut Alma dan Hurriyati (2009:55) citra merupakan impresi, perasaan atau konsepsi yang ada pada publik mengenai perusahaan, mengenai suatu objek, orang atau mengenai lembaga. Citra tidak dapat dicetak seperti mencetak barang di pabrik tetapi citra adalah kesan yang diperoleh sesuai dengan pengetahuan pemahaman seseorang tentang sesuatu. Citra terbentuk dari bagaimana perusahaan atau lembaga pendidikan melaksanakan kegiatan operasionalnya yang mempunyai landasan utama pada segi layanan. Menurut Ruslan dalam Harini dan Karwanto (2014:14) bahwa secara garis besar pencitraan adalah perangkat keyakinan, ide, dan kesan seseorang terhadap suatu objek tertentu.
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia versi online, publik adalah orang banyak (umum). Menurut Jefkins dalam Sahertian (1987:35) publik adalah kelompok atau orang-orang yang berkomunikasi dengan suatu organisasi, baik secara internal maupun eksternal. Jadi, pencitraan publik merupakan kesan atau pemahaman dari publik atau orang banyak (umum) tentang pribadi, produk, atau organisasi.

B.  Tujuan Pencitraan Publik
Menurut Gunawan (2016) upaya pencitraan suatu sekolah dimaksudkan untuk mewujudkan visi dan misi sekolah. Untuk itu, upaya pencitraan suatu sekolah harus merupakan bagian integral dari program sekolah dan berbasis pada visi dan misi sekolah. Menurut Harini dan Karwanto (2014:10) pencitraan sekolah dimaksudkan untuk membentuk opini dan hubungan yang baik pada masyarakat dan mewujudkan visi dan misi sekolah. Menurut Widjaja (2008:87) sesuai dengan tujuan dari kegiatan humas maka diharapkan terjadinya komunikasi harmonis antara lembaga dengan publiknya dan juga agar terciptanya citra yang positif dari publik terhadap lembaga yang bersangkutan. Jadi, pencitraan publik yang positif dibangun tentu dengan tujuan agar bisa menjalin hubungan yang baik dengan publik atau masyarakat. Selain itu, dengan adanya citra publik yang positif bisa meningkatkan partisipasi atau keterlibatan masyarakat pada organisasi tersebut. Pencitraan publik memiliki tujuan yang bisa memberikan manfaat atau keuntungan bagi suatu lembaga sesuai visi misi lembaga.

C.  Urgensi Pencitraan Publik
Pencitraan publik sangat penting untuk dibangun oleh suatu lembaga termasuk lembaga pendidikan (sekolah). Apalagi saat ini, sekolah-sekolah saat ini juga berusaha dan berlomba-lomba untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Menurut Triwiyanto (2015), persepsi warga sekolah (kepala sekolah, guru, siswa, dan orang tua murid) dan masyarakat tentang citra sekolah merupakan faktor yang mempengaruhi partisipasi warga sekolah dan masyarakat. Semakin baik persepsi warga sekolah dan masyarakat terhadap citra suatu sekolah, maka semakin tinggi pula partisipasi warga sekolah dan masyarakat terhadap sekolah tersebut. Untuk itu, sekolah harus dapat membangun citra yang baik agar dapat menjalin hubungan baik dengan masyarakat serta diminati oleh masyarakat. Jumlah peserta didik yang mendaftar di suatu sekolah dipengaruhi oleh citra sekolah di mata masyarakat, sedangkan kualitas pendidikan di suatu sekolah dipengaruhi oleh seberapa tinggi peran serta masyarakat terhadap suatu sekolah.

D.  Prinsip-prinsip Pencitraan Publik
Menurut Triwiyanto (2015), membangun citra sekolah harus berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.    Berdasarkan visi dan misi sekolah, artinya upaya pencitraan sekolah harus mengacu pada visi dan misi sekolah dan tidak boleh bertentangan dengan visi dan misi sekolah.
2.    Kebersamaan dan komitmen artinya upaya pencitraan sekolah melibatkan semua unsur sekolah sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing dengan penuh tanggung jawab.
3.    Memberdayakan seluruh potensi yang ada, artinya upaya pencitraan sekolah harus mengoptimalkan seluruh potensi yang dimiliki sekolah.
4.    Kesungguhan dan keikhlasan, artinya upaya pencitraan sekolah harus dirancang dan dilaksanakan secara sungguh-sungguh dan semata-mata untuk peningkatan kualitas pendidikan di sekolah.
5.    Keterbukaan dan kejujuran, artinya upaya pencitraan sekolah harus didasarkan pada kondisi riil di sekolah, serta dapat diakses secara mudah oleh masyarakat.
6.    Adanya keinginan untuk berubah, artinya pencitraan sekolah dilakukan seiring dengan tuntutan perubahan yang ada.
Apabila prinsip-prinsip tersebut diterapkan pada suatu sekolah yang berupaya membangun citra sekolah, maka citra positif sekolah di mata masyarakat akan didapatkan.

E.  Strategi Pencitraan Publik
Menurut Triwiyanto (2015) banyak upaya atau strategi yang dapat dilakukan untuk melakukan pencitraan publik. Upaya atau strategi pencitraan sekolah tersebut adalah sebagai berikut:
1.    Peningkatan kerja kepala sekolah, pendidik, dan tenaga kependidikan.
2.    Keikutsertaan sekolah dalam kegiatan-kegiatan lomba sekolah dan siswa.
3.    Membangun jaringan kerja (network) dengan orang tua murid dan masyarakat.
4.    Peningkatan layanan akademik dan non-akademik yang prima.
5.    Kepemilikan peringkat akreditasi sekolah yang baik.
Upaya-upaya tersebut diharapkan mampu membangun persepsi siswa dan masyarakat tentang citra sekolah menjadi lebih baik. Persepsi siswa yang baik tentang citra sekolah akan berdampak meningkatnya motivasi belajar siswa, sedangkan peningkatan persepsi masyarakat tentang citra sekolah yang baik akan berdampak pada meningkatnya peran serta masyarakat terhadap pendidikan di sekolah.
Menurut Alma dan Hurriyati (2009:56) banyak cara yang dapat dilakukan untuk menarik perhatian publik terhadap suatu lembaga pendidikan, baik melalui daya tarik fisik kampus ataupun melalui daya tarik yang bersifat akademik, religius, dan sebagainya. Hal ini, dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1.    Lembaga membenahi kampus terutama bagian yang menghadap jalan raya, sehingga setiap menit orang yang lewat di depan kampus merasa tertarik dan suatu waktu ingin masuk ke kampus tersebut.
2.    Di gerbang kampus terutama yang berada di jalan raya yang sibuk, dapat dipasang lampu kuning yang berkedip-kedip, dipasang rambu yang jelas dan terbaca “HARAP HATI-HATI KELUAR MASUK KENDARAAN KAMPUS X”.
3.    Kerjasama dengan media massa, mereka diundang dan kepada mereka ditawarkan jika mereka memerlukan berita-berita mengenai pendidikan, silakan berhubungan sewaktu-waktu. Kampus adalah gudangnya informasi.
4.    Percetakan dan penerbitan kampus, juga akan menambah meningkatnya nama baik kampus terhadap pandangan dunia luar. Akan terbentuk image bahwa kampus ini adalah kampus yang benar-benar menguasai bidang ilmunya.
5.    Pimpinan perguruan tinggi gencar mengadakan pidato, sambutan- sambutan, seminar di mana-mana. Informasikan kepada publik apa, siapa dan bagaimana kampus kita dengan yakin dan membanggakan.
6.    Memberi konsultasi serta nasehat-nasehat yang diperlukan publik sebagai layanan masyarakat.
7.    Mengadakan peringatan-peringatan hari besar keagamaan dengan mengundang masyarakat luar masuk kampus, dan event-event lainnya.
Cara-cara tersebut dapat diciptakan untuk menarik masyarakat luar untuk berkunjung organisasi atau lembaga dan memupuk image positif. Semua komponen yang menimbulkan daya tarik ini, yang kelak akan membentuk citra terhadap lembaga pendidikan.
Menurut Anggoro (2008:69) citra humas yang ideal adalah kesan yang benar, yakni sepenuhnya berdasarkan pengalaman, pengetahuan, serta pemahaman atas kenyataan sesungguhnya. Berarti citra tidak seyogyanya dipoles agar lebih indah dari warna aslinya karena hal tersebut justru dapat mengacaukannya. Suatu citra yang sesungguhnya dapat dimunculkan kapan saja termasuk di tengah terjadinya musibah atau sesuatu yang buruk. Caranya adalah dengan menjelaskan secara jujur apa yang menjadi penyebabnya, baik itu informasi yang salah atau suatu perilaku yang keliru.
Menurut Gunawan (2016), ada banyak teknik yang dapat dipergunakan oleh sekolah dalam melakukan pencitraan publik, yaitu (1) pameran sekolah; (2) publikasi kegiatan positif sekolah; (3) pertemuan sekolah dengan orang tua dan tokoh masyarakat; (4) jurnalisme warga sekolah (school citizen journalist); (5) konferensi pers; (6) website sekolah; (7) gelar prestasi sekolah; (8) testimoni elit tentang prestasi sekolah; (9) pelibatan warga sekolah dalam kepemimpinan publik (masyarakat); (10) bakti sosial sekolah; dan (11) membuat berbagai event dan kegiatan yang mampu memobilisasi masyarakat.
Menurut Saputra (2012) terdapat beberapa strategi berbeda dalam menghadapi situasi yang berbeda-beda juga. Berikut ini strategi-strategi yang disesuaikan dengan keadaan citra perusahaan.
1.    Membentuk Citra Baru
Usaha yang dibutuhkan dalam membentuk citra baru sebuah perusahaan yang belum banyak diketahui publik bisa dilakukan dengan melakukan publikasi. Selain itu juga bisa dengan cara bekerja sama dengan tokoh-tokoh masyarakat yang berpengaruh. Kemudian aktivitas bersama dengan lembaga lain juga dibutuhkan dalam membangun reputasi baru ini.
2.    Mempertahankan Citra yang Sudah Terbangun
Keadaan citra yang sudah terbangun biasanya akan mengundang pesaing berkompetisi dan menimbulkan berbagai tantangan. Mempertahankan citra yang sudah terbentuk dengan pola kerja yang sama terkadang menimbulkan menurunnya citra. Pola kerja yang monoton cenderung tidak peka terhadap kemauan pelanggan yang selalu meminta peningkatan pelayanan. Tantangan yang besar tersebut bila dijawab dengan perubahan mendasar pada strategi komunikasi yang akan membutuhkan dana besar. 
3.    Memperbaiki Citra yang terpuruk
Citra yang terpuruk diakibatkan oleh opini publik yang buruk karena ketidak-percayaan publik terhadap perusahaan. Perusahaan dalam hal ini harus menerapkan langkah-langkah strategis. Misalnya, membuat kegiatan-kegiatan kemanusiaan (humanities), seperti bakti sosial, program penghijauan, ataupun program santunan terhadap anak yatim.
4.    Menguatkan Citra Ketika Pesaing Lebih Kuat
Menguatkan citra bisa dilakukan dengan suatu tindakan produktif , dengan menyediakan fasilitas yang belum disediakan oleh pesaing yang lebih kuat. Tentu tindakan inovasi tersebut harus melihat kemampuan perusahaan. Tindakan lain bisa diambil adalah menentukan segmentasi khalayak yang spesifik sesuai dengan kemampuan pelayanan perusahaan. Memfokuskan segmentasi khalayak ini akan mengarahkan pelayanan perusahaan lebih spesifik dan fokus dalam memuaskan konsumen.
5.    Mempertahankan atau Menguatkan Citra Ketika Sedang di Puncak
Usaha yang dilakukan untuk mempertahankan dan menguatkan citra pada situasi ini adalah dengan mengarahkan seluruh informasi agar konsumen mengetahui dengan baik apa saja produk-produk dari perusahaan. Usaha ini dimaksudkan agar konsumen memutuskan membeli produk perusahaan dengan kesadaran yang mendalam.

F.   Bentuk-Bentuk Pencitraan Publik
Menurut Gunawan (2016), ada banyak bentuk pencitraan publik di sekolah dasar, di antaranya adalah:
1.    Pencitraan yang terkait dengan lingkungan fisik sekolah
Lingkungan fisik sekolah yang menarik akan memberikan citra positif di mata publik. Pekarangan dan lingkungan fisik sekolah hendaknya ditata semenarik mungkin sehingga memberikan citra positif. Ruang kelas tempat peserta didik belajar, hendaknya berada dalam keadaan menyenangkan ketika dipandang, ditempati, dan dipergunakan untuk melakukan aneka macam aktivitas. Dengan demikian akan mengindikasikan bahwa warga sekolah adalah orang terpelajar dan dijadikan contoh oleh masyarakat.
2.    Pencitraan yang terkait dengan pelayanan yang diberikan
Selain cepat dan benar saat memberikan pelayanan, warga sekolah yang bertugas memberikan pelayanan pendidikan juga menunjukkan citra diri sebagai orang yang terpelajar. Dalam memberikan layanan, tenaga pendidik  dan kependidikan menunjukkan friendly (ramah dan bersahabat), memperlakukan orang yang dilayani sebagai pelanggan.
3.    Pencitraan yang terkait dengan pembelajaran
Pembelajaran yang menyenangkan dan ramah anak akan memberikan citra positif, karena apapun yang diterima oleh anak di sekolah senantiasa diceritakan kepada orang tua. Proses pembelajaran yang benar dan bervariasi sesuai dengan kompetensi yang akan dibentuk, akan menghantarkan peserta didik pada pencapaian prestasi optimal. Kepedulian guru terhadap kesulitan siswa saat pembelajaran, menjadi poin yang harus selalu diupayakan, karena selain sebagai pengajar dan pendidik, guru juga sekaligus sebagai problem solver.
4.    Pencitraan yang terkait dengan sikap dan perilaku warga sekolah
Selama berkomunikasi secara internal, antar warga sekolah hendaknya dikondisikan agar selalu tampak baik. Kebiasaan baik yang terbentuk di lingkungan internal ini, akan ditransfer ketika berkomunikasi dengan pihak eksternal. Oleh karena itu, pembentukan kebiasaan untuk bersikap dan berperilaku baik selama di sekolah, akan terbawa serta ketika mereka berhadapan dengan pihak luar. Hal ini akan membuat citra positif pihak luar terhadap sekolah.
5.    Pencitraan yang terkait dengan transparansi program dan anggaran sekolah
Kepercayaan publik (public trust), dapat ditumbuhkan oleh sekolah dengan menunjukkan citra jujur pada pelaksanaan program sekolah, dan lebih-lebih dalam soal pengelolaan anggaran. Pelaporan kepada pihak-pihak berkepentingan tentang pemasukan dan pengeluaran anggaran, akan mampu menaikkan trust publik kepada sekolah. Pemajangan pemasukan dan pengeluaran anggaran pada tempat-tempat yang mudah diakses oleh publik, akan mampu meningkatkan citra sekolah di mata publik.
6.    Pencitraan yang terkait dengan prestasi akademik dan nonakademik sekolah
Usaha keras untuk mencapai prestasi akademik dan non akademik haruslah dilakukan oleh warga sekolah. Ketika prestasi akademik dan non akademik diraih, seberapapun prestasi tersebut, hendaknya dikomunikasikan kepada publik, karena terkait dengan citra baik suatu sekolah. Oleh karena itu, acara gelar prestasi akademik dan non akademik, yang mengundang semua lapisan masyarakat menjadi penting, agar masyarakat tahu dengan nyata tentang prestasi sekolah.
7.    Pencitraan yang terkait dengan keberadaan alumni
Keberadaan alumni sekolah dasar, baik yang berada pada jenjang SD, SMP, SMA dan perguruan tinggi, dapat dikomunikasikan kepada masyarakat. Oleh karena itu, studi penelusuran alumni (tracer study) sangatlah penting dilakukan oleh sekolah guna mengetahui keberadaan alumni. Pada momen-momen tertentu, para alumni ini dapat diminta untuk berbicara kepada publik, untuk menyampaikan testimoninya tentang sekolah dasar di mana yang bersangkutan pernah dididik.

G.  Pihak-pihak yang Terlibat dalam Pencitraan Publik
Pihak-pihak yang terlibat dalam pencitraan publik perlu mendapatkan perhatian agar mereka bisa benar-benar membawa citra dari organisasinya. Di sekolah, semua warga sekolah hendaknya dilibatkan dalam pencitraan publik. Selain itu, kepala sekolah juga perlu bekerja sama dengan pihak luar, seperti tokoh berpengaruh dalam pencitraan publik sekolah. Warga sekolah yang dapat dilibatkan dalam pencitraan publik adalah: kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan (tenaga administrasi sekolah), siswa, dan komite sekolah. Menurut Gunawan (2016), pihak luar dari kelompok strategis yang dapat dilibatkan dalam pencitraan publik sekolah dasar adalah birokrasi bidang pendidikan, nongovernmental organizations (NGO) yang peduli pendidikan, interest group yang berkepentingan dengan pendidikan, mitra-mitra sekolah yang selama ini telah menjalin kerja sama dengan sekolah, serta lembaga pendidikan mitra yang selama ini bekerja sama dengan sekolah. Sementara itu, pihak luar dari unsur tokoh perorangan yang dapat dilibatkan dalam pencitraan publik adalah elit intelektual atau akademikus, rohaniawan, usahawan, dan industriawan yang selama ini sudah bekerja sama dengan sekolah. Suara mereka dalam membentuk opini publik sangatlah penting dalam usaha mengangkat citra positif sekolah.

H.  Efek Pencitraan Publik yang Diharapkan dan Tidak Diharapkan
Menurut  Gunawan (2016), pencitraan publik bukan dimaksudkan untuk mengemas ketidakbaikan sekolah menjadi terkesan baik, melainkan untuk mengemas dengan baik apa yang sudah dikerjakan oleh sekolah untuk dikomunikasikan kepada publik. Diharapkan, hal-hal positif yang sudah diperbuat tersebut, diketahui oleh publik dengan keadaan yang senyatanya. Dengan demikian, efek positif pencitraan publik sekolah dasar yang dikehendaki menurut Imron dalam Gunawan (2016) adalah:
1.    Publik mengetahui program, implementasi program, dan apa saja yang telah dilakukan oleh sekolah dasar.
2.    Publik memersepsi positif terhadap program, implementasi program, dan apa saja yang telah dilakukan oleh sekolah dasar.
3.    Publik percaya (trust) terhadap amanat untuk mendidik anak yang dilakukan oleh sekolah dasar.
4.    Publik merasa memiliki (sens of belongingness) terhadap apa saja yang telah dilakukan oleh sekolah dasar.
5.    Publik memberikan respon positif, kritik konstruktif, dan masukan berharga bagi kemajuan sekolah dasar.
6.    Publik bersedia memberikan dukungan (support) dan bantuan baik material maupun moral untuk kemajuan sekolah dasar.
7.    Publik akan secara terus menerus mengawal sekolah dasar agar berkinerja
sesuai dengan yang diharapkan.
Sementara itu, efek negatif yang hendaknya direduksi dengan berbagai aktivitas pencitraan publik menurut Imron dalam Gunawan (2016) adalah:
1.    Publik tidak mengenal atau memahami program sekolah dasar.
2.    Publik menduga-duga apa yang telah dikerjakan oleh sekolah dasar.
3.    Publik cenderung memersepsi negatif terhadap program sekolah dasar.
4.    Publik curiga terhadap apa yang dikerjakan oleh sekolah dasar.
5.    Publik tidak percaya terhadap sekolah dasar.
6.    Publik acuh tak acuh/masa bodoh terhadap sekolah dasar.
7.    Publik menolak program-program yang dikembangkan oleh sekolah dasar.


I.     Perilaku Pengembang Sekolah yang Diharapkan dalam Pencitraan Publik
Menurut Imron dalam Gunawan (2016) agar pelayanan publik di sekolah bisa memuaskan customer, dan sekaligus meningkatkan citra positif sekolah, sejumlah perilaku pelayanan haruslah dapat diinternalisasikan dan bahkan ditunjukkan oleh tenaga pendidik dan kependidikan dalam memberikan layanan kepada customer-nya. Sejumlah perilaku pelayanan tersebut, menyangkut waktu, relevansi layanan, kecermatan, hepful dan friendly, responsif, proaktif, profesionalitas, kapabel, dan cakap.
1.    Terkait dengan waktu:
a.    Tim Pengembang Sekolah mengetahui target waktu yang diperlukan untuk memberikan layanan kepada customer.
b.    Tim Pengembang Sekolah selalu mengusahakan memberikan layanan kepada customer lebih cepat dari batasan waktu yang ditetapkan.
c.    Tim Pengembang Sekolah jika dirasakan perlu, meluangkan waktu melebihi dari waktu yang ditetapkan dalam memberikan layanan kepada customer.
2.    Terkait dengan relevansi layanan:
a.    Tim Pengembang Sekolah dapat memposisikan diri sesuai dengan TuPokSi dalam memberikan layanan kepada customer.
b.    Tim Pengembang Sekolah menyadari keterkaitan TuPokSi dengan keseluruhan layanan yang diberikan.
c.    Tim Pengembang Sekolah memahami dan mampu mempraktikkan TuPokSi-nya dalam rangka pemberian layanan kepada customer.
d.    Tim Pengembang Sekolah mendahulukan kepentingan customers, sehingga mereka merasakan kepuasan dari layanan yang diterimanya.
3.    Terkait dengan kecermatan pelayanan:
a.    Tim Pengembang Sekolah memahami langkah-langkah kerja yang harus dilalui sebelum memberikan layanan.
b.    Tim Pengembang Sekolah menggunakan peralatan bantu untuk kecepatan dan ketepatan proses dalam memberikan layanan kepada customer.
c.    Tim Pengembang Sekolah berupaya melakukan check and recheck atas hasil layanan yang diberikan kepada customer.
d.    Tim Pengembang Sekolah memiliki sense perfective atas segala layanan yang dilakukannya.
e.    Tim Pengembang Sekolah memiliki inisiatif untuk melakukan upaya pencegahan terhadap kesalahan/kelemahan/hambatan dari layanan kepada customer.
4.    Terkait dengan hepful dan friendly:
a.    Tim Pengembang Sekolah menyadari, bahwa keberadaan dirinya sangat banyak ditentukan oleh keberadaan customer-nya.
b.    Tim Pengembang Sekolah menyadari, bahwa tanpa ada customer, sesungguhnya dirinya tidak akan punya fungsi dan peran apapun dalam lingkup pekerjaannya.
c.    Tim Pengembang Sekolah menyadari, bahwa customer adalah segalanya, karena itu ia senantiasa berpikir bahwa keberadaaan dirinya adalah untuk membantu mereka.
d.    Tim Pengembang Sekolah merasa bangga dan senang, jika persoalan yang dimiliki oleh customer sedikit banyak telah terpecahkan melalui bantuan dan pekerjaan yang ia lakukan.
e.    Tim Pengembang Sekolah menyadari, bahwa yang menjadi pelayan adalah dirinya, karena itu ia tidak pernah berpikir bahwa customer-lah yang harus melayani dirinya.
f.     Ketika memberikan layanan, Tim Pengembang Sekolah melakukannya dengan sungguh-sungguh.
g.    Dalam memberikan layanan, Tim Pengembang Sekolah melakukannya dengan senang hati.
h.    Dalam memberikan layanan, Tim Pengembang Sekolah menunjukkan wajah yang ramah, menyenangkan, smile, dan tidak sangar.
i.      Dalam memberikan pelayanan, Tim Pengembang Sekolah memperlakukan pihak yang dilayani sebagai customer (pelanggan).
j.      Jika Tim Pengembang Sekolah mempunyai persoalan (pribadi, sosial, pekerjaan), tidak dibawanya ke tempat kerja, apa lagi sampai berpengaruh terhadap cara memberikan layanan kepada customer-nya.
  5.    Terkait dengan Responsiveness dan proaktif:
a.    Tim Pengembang Sekolah senantiasa berpikir dan berangan-angan, kapan ia harus melayani customer-nya. Bukan sebaliknya, kapan ia berhenti tidak memberikan pelayanan kepada customer.
b.    Tim Pengembang Sekolah menyadari, bahwa pekerjaan melayani customer adalah tanggung jawab dirinya sepenuhnya. Karena itu, ketika memberikan pelayanan tidak menunggu perintah dari atasannya.
c.    Tim Pengembang Sekolah senantiasa berpikir, bahwa yang harus ia utamakan dalam memberikan layanan adalah customer. Karena itu, ia selalu berusaha untuk mengutamakan kepentingan customer dalam setiap memberikan pelayanan.
d.    Tenaga pendidik dan kependidikan berusaha agar customer yang dilayani tidak usah menunggu lama untuk mendapatkan pelayanan dari dirinya.
e.    Ketika ada customer yang kebingungan saat berproses mendapatkan pelayanan, tenaga pendidik dan kependidikan menawarkan bantuan, dengan menanyakan: apa yang dapat saya bantu?
f.     Tim Pengembang Sekolah senantiasa berpikir dan berusaha bagaimana agar customer menjadi mudah dalam urusannya, dan bukan sebaliknya, bagaimana agar mereka mendapatkan kesukaran.
g.    Tim Pengembang Sekolah berusaha agar persoalan yang dihadapi oleh klien terkait layanan yang ia dapatkan, secepatnya dapat dituntaskan.
h.    Tim Pengembang Sekolah berusaha untuk mengetahui alur kerja sejawatnya, agar ketika sejawatnya berhalangan, ia akan dapat menggantikan dalam memberikan pelayanan.
i.      Ketika customer tidak mengerti cara mengakses pelayanan, Tim Pengembang Sekolah berusaha secepatnya untuk memberikan bantuan, tanpa terus menunggu perintah dari atasan langsung.
j.      Ketika ia mempunyai persoalan dan kesulitan dalam setiap memberikan pelayanan, ia menanyakan kepada atasannya atau sejawatnya, dan tidak justru menunggu kapan sejawat dan atasannya bertanya kepada dirinya.
  6.    Terkait dengan Profesionalitas, kapabilitas:
a.    Tim Pengembang Sekolah menyusun schedule secara pribadi untuk penyelesaian pekerjaannya, sehingga seluruh pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, benar-benar terencana.
b.    Tim Pengembang Sekolah memahami prosedur dan alur kerja beserta dengan jiwa yang dikandung oleh prosedur dan alur kerja tersebut.
c.    Dalam setiap memberikan pelayanan kepada customer, Tim Pengembang Sekolah senantiasa berpedoman kepada alur kerja yang telah ditetapkan oleh atasannya.
d.    Dalam setiap memberikan pelayanan, Tim Pengembang Sekolah selalu mencari cara-cara yang tercepat, tertepat dan terakurat, tanpa keluar dari koridor dan jiwa prosedur yang telah ditetapkan.
e.    Dalam melaksanakan setiap pekerjaannya, Tim Pengembang Sekolah bertindak tenang dan tidak panik meskipun ketika berada dalam tekanan.
f.     Dalam menyelesaikan pekerjaan, Tim Pengembang Sekolah mengutamakan ketuntasan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, dan tidak semata-mata mengacu kepada waktu dan jam kerja.
g.    Terhadap berbagai persoalan terkait dengan pekerjaannya, Tim Pengembang Sekolah selalu mencari alternatif solusi yang terbaik, tanpa harus melanggar koridor aturan dan prosedur beserta dengan jiwa yang dikandung oleh aturan dana prosedur tersebut.
h.    Terhadap pekerjaan yang harus ia selesaikan, Tim Pengembang Sekolah tidak menunda-nunda (menggampangkan), karena jika menumpuk, akan memperendah mutu pelayanan yang dapat ia berikan.
i.      Ketika ada sejawat yang mengalami masalah terkait dengan pekerjaannya, Tim Pengembang Sekolah akan membantu memecahkannya, sehingga pekerjaan sejawatnya tidak terbengkalai, dan bisa memuaskan customernya.
j.      Tim Pengembang Sekolah selalu berusaha melakukan perbaikan terus menerus mutu pelayanan (kaizen) yang ia berikan sehingga kepuasan customer-nya makin lama makin meningkat.

DAFTAR RUJUKAN
Alma, B., dan Hurriyati, R. 2009. Manajemen Corporate dan Strategi Pemasaran Jasa Pendidikan: Fokus pada Mutu dan Pelayanan Prima. Bandung: Alfabeta.

Anggoro, M. L. 2008. Teori & Profesi Kehumasan: Serta Aplikasinya di Indonesia. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Benty, D.D.N., dan Gunawan, I. 2015. Manajemen Hubungan Sekolah dan Masyarakat. Malang: Penerbit UM Press.

Gunawan, I. 2016. Membangun Pencitraan Publik Lembaga Pendidikan, (Online), (http://masimamgun.blogspot.co.id/2016/02/membangun-pencitraan-publik-lembaga.html), diakses 10 Februari 2016.

Harini, I.N., dan Karwanto. 2014. Manajemen Hubungan Masyarakat dalam Upaya Peningkatan Pencitraan Sekolah (Studi Kasus di SMP Al-Hikmah Surabaya). Jurnal Inspirasi Manajemen Pendidikan, 4 (4), (Online), (http://ejournal.unesa.ac.id/article/10082/16/article.pdf), diakses 10 Februari 2016.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Online), (http://kbbi.web.id/), diakses 8 Februari 2016.

Sahertian, P.A. 1987. Dimensi-dimensi Administrasi Pendidikan di Sekolah. Malang: Mataram Muda.

Saputra, M. I. 2012. Manajemen Citra Publik, (Online), (https://muhammadirawansaputra. wordpress.com/2012/11/27/manajemen-citra-publik/), diakses 11 Februari 2016.

Triwiyanto, T. 2015. Membangun Citra Sekolah, (Online), (http://www.mbscenter.or.id/site/page/id/390/title/MEMBANGUN%20CITRA%20SEKOLAH/page_action/viewdetail), diakses 10 Februari 2016.

Widjaja, H.A.W. 2008. Komunikasi dan Hubungan Masyarakat. Jakarta: PT Bumi Aksara.





  • Share This Article

  • Facebook

  • Twitter

  • Google+

Newer Post
Older Post
Home
Subscribe to: Post Comments (Atom)

Search here!

Popular Posts

Labels

  • Blogging
  • College
  • Story
Powered by Blogger.

Subscribe

About

Unknown
View my complete profile

Pages

  • Home
  • Blogging
  • College
  • Story

Blog Archive

  • ▼  2016 (8)
    • ▼  April (8)
      • Metodologi Perencanaan Pendidikan
      • Cara Membuat Jadwal Postingan
      • Kisah Nabi Adam
      • Pendidikan dan Nilai-Nilai Budaya
      • Cara Menghapus Postingan Ganda
      • 25 Nabi dan Rasul Allah
      • Membangun Pencitraan Publik
      • Cara Membuat Menu Bar tanpa Script
  • ►  2015 (5)
    • ►  April (5)
Copyright 2015 College Education Template By All Blog Things